Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Masyarakat Indonesia kini sedang berada dalam masa transformasi. Era reformasi telah lahir dan masyarakat Indonesia ingin mewujudkan perubahan dalam semua aspek kehidupannya. Euforia demokrasi sedang marak dalam masyarakat Indonesia. Di tengah euforia demokrasi ini lahirlah berbagai jenis pendapat, pandangan, konsep, yang tidak jarang yang satu bertentangan dengan yang lain, antara lain berbagai pandangan mengenai bentuk masyarakat dan bangsa Indonesia yang dicita-citakan di masa depan.
Upaya untuk membangun suatu masyarakat, bukan perkerjaan yang mudah, karena sangat berkaiatan dengan persoalan budaya dan sikap hidup masyarakat. Diperlukan berbagai terobosan dalam penyusunan konsep, serta tindakan-tindakan, dengan kata lain diperlukan suatu paradigma-paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru. Reformasi di Indonesia seakan menjadi cahaya impian yang akan memberikan banyak perubahan kehidupan bagi bangsa ini, khusunya pada sektor pendidikan.
Era Reformasi dalam pemerintahan negara Indonesia memberikan angin segar bagi perkembangan pendidikan Islam di Indonesia, setelah sebelumnya pada masa orde baru program-program pendidikan yang ditargetkan telah gagal. Krisis ekonomi yang berlangsung sejak medio Juli 1997 telah mengubah konstelasi politik maupun ekonomi Nasional. Secara politik, Orde Baru berakhir dan digantikan oleh rezim yang menamakan diri sebagai “Reformasi Pembangunan” meskipun demikian sebagian besar roh Orde Reformasi masih tetap berasal dari rezim Orde Baru, tapi ada sedikit perubahan, berupa adanya kebebasan pers dan multi partai.
Kita memerlukan suatu perubahan paradigma dari pendidikan untuk menghadapi proses globalisasi dan menata kembali kehidupan masyarakat Indonesia. Cita-cita era reformasi tidak lain ialah membangun suatu masyarakat madani Indonesia, Mencermati realitas sosial pendidikan Islam pada kisaran terakhir ini, tampaknya banyak perubahan pengembangan pada institusi pendidikan Islam. Untuk melakukan pengembangan itu antara lain dengan melakukan sebuah refleksi pemikiran yang eksploratif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti berupa penelitian, seminar, ceramah ilmiah, simposium, lokakarya dan lain sebagainya dalam rangka menyongsong hari esok yang lebih baik dan menjanjikan.
Secara formal pada saat ini ada dua kementerian yang bertanggung jawab dalam membina lembaga kebijakan Pendidikan Islam di Madrasah Dalam Peraturan Perundang-Undangan Masa reformasi pendidikan, yaitu pertama Kementerian Pendidikan Nasional yang membina lembaga-lembaga pendidikan umum, seperti SD, SLTP, SMU, dan pendidikan tinggi, negeri dan swasta, dan kedua adalah Kementerian Agama yang membina, seperti MI, MTs, MA dan Pendidikan Tinggi Agama/UIN/IAIN negeri maupun swasta.
Pasal 2 ayat (1 dan 2) menggaris bawahi bahwa pendidikan agama sendiri dimaksudkan untuk bentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia. Sejalan dengan maksud tersebut, penyelenggaraan pendidikan agama diarahkan kepada terbentuknya tiga wujud kondisi batiniah keagamaan yang terkandung dalam pengertian keimanan, ketakwaan dan budi pekerti luhur atau akhlak mulia. Kondisi batiniah dan mentalitas keagamaan tersebut merupakan basis bagi pembentukan watak dan kepribadian anak didik. Dengan demikian, pendidikan agama memegang peran yang sangat berarti di dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Secara konseptual dan teoretik masalah keimanan kepada Tuhan YME, dalam hal ini pendidikan agama, seharusnya dijadikan sebagai core (inti) atau sebagai sumber nilai dan pedoman bagi peserta didik untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, dan membantu peserta didik agar mampu mewujudkan nilai dasar agama dalam menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks). Namun demikian, realitasnya di lapangan menunjukkan bahwa pada umumnya masalah keimanan tersebut belum menjadi inti atau core dalam pengembangan kurikulumnya. Akibatnya, antara lain lulusan madrasah/sekolah kurang memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat, yang pada gilirannya dapat menimbulkan krisis multidimensional sebagaimana keadaan bangsa saat ini, yang intinya terletak pada krisis moral atau akhlak. Timbulnya dekadensi moral, termasuk di dalamnya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), antara lain disebabkan karena rendahnya kualitas keimanan kepada Tuhan YME.
Pasal 5 Ayat (1) menegaskan kurikulum pendidikan agama dilaksanakan sesuai Standar Nasional Pendidikan. Bagi madrasah Pasal 5 Ayat (1) mengandung arti yang sangat penting, karena sangat berbahaya jika madrasah dibiarkan berjalan sendiri atau dikelola masyarakat tanpa perhatian pemerintah. Muatan pelajarannya sangatrawan disusupi agenda tersembunyi. Bisa-bisa lulusan madrasah berpikiran sempit dalam menjabarkan ajaran agama Islam pada kehidupan masyarakat.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapat diambil beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana kurikulum pendidikan Islam pada masa reformasi?
2.      Bagaimana institusi pendidikan Islam pada masa reformasi?
3.      Bagaimana kultur pendidikan Islam pada masa reformasi?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kurikulum Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Sering terjadi jika suatu negara mengalami perubahan pemerintahan, politik pemerintahan itu mempengaruhi pula bidang pendidikan yang sering mengakibatkan terjadinya perubahan kurikulum yang berlaku. Sebagai contoh setelah Indonesia merdeka pra Orde Baru terjadi dua kali perubahan kurikulum, yang pertama dilakukan dengan dikeluarkannya retjcana pelajaran tahun 1947 yang menggantikan seluruh sistem pendidikan kolonial, kemudian pada tahun 1952 kurikulum ini mengalami penyempurnaan dan dan diberinana rentjana Pelajaran terurai 1952. Perubahan kedua terjadi dengan dikeluarkannya rentjana pendidikan tahun 1964, perubahan tersebut terjadi karena merasa perlunya peningkatan dan pengejaran segala ketertinggalan dalam ilmu pengetahuan khususnya ilmu-ilmu alam dan matematika.
Seiring dengan terjadinya perubahan politik dan bergantinya rezim Orde Baru dan terjadinya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945 menyebabkan eksistensi Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) dirasakan tidak lagi memadai dan tidak lagi sesuai dengan amanat perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut dipandang perlu menyempurnakan UUSPN tersebut, dan pada tahun 2003 dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang kemudian lebih dikenal dengan UU SISDIKNAS.
Sesuai dengan tuntututan UU SISDIKNAS pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menyebabkan kurikulum yang berlaku di sekolah adalah kurikulum yang sesuai dengan standar nasional pendidikan. Agar kurikulum yang digunakan di sekolah sesuai dengan standar Nasional pendidikan maka Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Menteri pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi yang di dalamnya memuat tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan, standar kompetensi dan kompetensi dasar. Untuk sekolah-sekolah yang berada di bawah naungan Departemen Agama tidak ketinggalan Menteri Agamapun mengeluarkan Peraturan Menteri Agama No. 2 Tahun 2008 tentang standar kompetensi lulusan dan standar isi Pendidikan Agama Islam dan Bhasa Arab di Madrasah.
Perubahan dan perbaikan kurikulum itu wajar terjadi dan memang harus terjadi, karena kurikulum yang disajikan harus senantiasa sesuai dengan segala perubahan dan perkembangan yang terjadi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Subandijah (1993:3), bahwa : Apabila kurikulum itu dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka kurikulum dalam kedudukannya harus memiliki sipat anticipatori,  bukan hanya sebagai reportorial. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus dapat meramalkan kejadian di masa yang akan datang, tidak hanya melaporkan keberhasilan peserta didik.
Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 1 ayat 19 dijelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, kurikulum harus mencerminkan kepada falsafah sebagai pandangan hidup suatu bangsa, karena ke arah mana dan bagaimana bentuk kehidupan bangsa itu kelak, banyak ditentukan dan tergambarkan dalam kurikulum pendidikan bangsa tersebut.
Sehingga kemudian masuknya model pendidikan sekolah membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi umat Islam saat itu, yang mengarah pada lahirnya dikotomi ilmu agama (Islam) dan ilmu sekuler (ilmu umum dan ilmu sekuler Kristen). Dualisme model pendidikan yang konfrontatif tersebut telah mengilhami munculnya gerakan reformasi dalam pendidikan pada awal abad dua puluh. Gerakan reformasi tersebut bertujuan mengakomodasi sistem pendidikan sekolah ke dalam lingkungan pesantren.
Dualisme pendidikan Islam juga muncul dalam bidang manajerialnya, khususnya di lembaga swasta. Lembaga swasta umumnya memiliki dua top manager yaitu kepala madrasah dan ketua yayasan (atau pengurus). Meskipun telah ada garis kewenangan yang memisahkan kedua top manager tersebut, yakni kepala madrasah memegang kendali akademik sedangkan ketua yayasan (pengurus) membidangi penyediaan sarana dan prasarana, sering di dalam praktik terjadi overlapping. Masalah ini biasanya lebih buruk jika di antara pengurus yayasan tersebut ada yang menjadi staf pengajar. Di samping ada kesan mematai-matai kepemimpinan kepala madrasah, juga ketika staf pengajar tersebut melakukan tindakan indisipliner (sering datang terlambat), kepala madrasah merasa tidak berdaya menegumya.
Berkenaan dengan kurikulum pendidikan agama Islam, Shaleh (2006: 90) mengemukakan ada beberapa ketentuan yang menjadi landasan pembentukan kurikulum pendidikan agama secara luas, yaitu:
  1. Asas
Muhammd al-Thoumy al-Syaibany, mengemukakan bahwa Asas-asas umum yang menjadi landasan pembentukan kurikulum pendidikan agama itu adalah sebagai berikut:
a.       Asas agama
Seluruh sistem yang ada dalam masyarakat Islam, termasuk sistem pendidikannya harus meletakkan dasar falsafah, tujuan, dan kurikulumnya pada ajaran Islam yang meliputi akidah, ibadah, muamalah dan hubungan-hubungan yang berlaku di dalam masyarakat.
b.      Asas falsafah
Dasar filosofis memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam, sehingga susunan kurikulum pendidikan Islam mengandung kebenaran, terutama dari sisi nilai-nilai sebagai pendangan hidup.
c.       Asas psikologi
Kurikulum pendidikan Islam disusun dengan mempertimbangkan tahapan-tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui peserta didik.
d.      Asas sosial
Pembentukan kurikulum pendidikan Islam harus mengacu ke arah realisasi individu dalam masyarakatnya.
e.       Asas tujuan
Pada tujuan pendidikan agama Islam baik SD, SMP, maupun SMA, secara redaksional sama. Yaitu subtansinya adalah bertujuan untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan dan ahlak mulia dengan melalui pemberian pengetahuan dan pengalaman, sehingga setelah proses pendidikan berakhir, peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, berbangsa dan bernegara (Shaleh, 2006).
Lahirnya UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 boleh dikatakan sebagai awal lahirnya arah baru pendidikan Indonesia dimana kurikulum yang dibuat mengarah kepada pencapaian kompetensi siswa baik kompetensi Kognitif, Afektif, maupun Psikomotor.
Penyusunan kurikulum sebagaimana disebutkan dalam pasal 36 ayat 3 bahwa Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
  1. Peningkatan Iman Dan Takwa;
  2. Peningkatan Akhlak Mulia;
  3. Peningkatan Potensi, Kecerdasan, Dan Minat Peserta Didik;
  4. Keragaman Potensi Daerah Dan Lingkungan;
  5. Tuntutan Pembangunan Daerah Dan Nasional;
  6. Tuntutan Dunia Kerja;
  7. Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Dan Seni;
  8. Agama;
  9. Dinamika Perkembangan Global; Dan
  10. Persatuan Nasional Dan Nilai-Nilai Kebangsaan.
Selanjutnya, pada pasal 37 secara berturut-turut dinyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar, menengah, dan tinggi wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, dan untuk pendidikan dasar dan menengah masih diwajibkan materi lainnya (Soebahar, 2009).
Pada masa reformasi ini telah dikembangkan dua model kurikulum, yaitu kurikulum KBK pada tahun 2004 dan KTSP pada tahun 2006, Dalam KBK tahun 2004 untuk mata pelajaran PAI (kita ambil contoh di jenjang SMP), Standar Kompetensi yang disajikan sangat sederhana tapi cukup mendalam dan mencerminkan standar kompetensi pendidikan Islam yang menyeluruh sebagaimana berikut:
  1. Mengamalkan ajaran AL Qur’an /Hadits dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Menerapkan aqidah Islam dalam kehidupan sehari-hari.
  3. Menerapkan akhlakul karimah (akhlaq mulia) dan menghindari akhlaq tercela dalam kehidupan sehari.
  4. Menerapkan syariah (hukum Islam) dalam kehidupan sehari-hari).
  5. Mengambil Manfaat dari Sejarah Perkembangan (peradaban) Islam dalam kehidupan sehari-hari.
 Kelima Standar Kompetensi di atas berlaku untuk semua tingkat dari kelas VII s.d Kelas IX dan masing-masing dari kelima standar kompetensi tersebut diuraikan lagi  menjadi beberapa kompetensi dasar yang memiliki cakupan materi yang cukup dalam dan luas.  Sebagai contoh untuk standar kompetensi dasar yang pertama di kelas VII diurai ke dalam lima kompetensi Dasar yaitu:
  1. Siswa mampu membaca, mengartikan dan menyalin surat adduha
  2. Siswa mampu membaca, mengartikan dan menyalin surat Al Adiyat
  3. Siswa mampu menerapkan hukum bacaan Alif lam syamsiyah dan Alif lam qamariyah
  4. Siswa mampu mempraktikan hukum bacaan Nun mati dan Tanwin dan mim mati
  5. Siswa mampu membaca, mengartikan, dan menyalin hadits tentang Rukun Islam.
Sementar dalam KBK tahun 2006 (KTSP), setandar kompetensi yang disajikan untuk mata pelajaran pendidikan Agama Islam adalah: sangat banyak tapi bobotnya amat dangkal, untuk kelas VII terdapat 14 SK, untuk kelas VIII terdapat 15 SK, dan untuk kelas IX terdapat 13 SK. Sebagai perbandingan berikut kami kemukakan kompetensi PAI kelas VII semester I.
  1. Menerapkan tata cara membaca Al-qur’an menurut tajwid, mulai dari cara membaca “Al”- Syamsiyah dan “Al”- Qomariyah sampai kepada menerapkan hukum bacaan mad dan waqaf.
  2. Meningkatkan pengenalan dan keyakinan terhadap aspek-aspek rukun iman mulai dari iman kepada Allah sampai kepada iman pada Qadha dan Qadar serta Asmaul Husna.
  3. Menjelaskan dan membiasakan perilaku terpuji seperti qanaah dan tasawuh dan menjauhkan diri dari perilaku tercela seperti ananiah, hasad, ghadab dan namimah.
  4. Menjelaskan tata cara mandi wajib dan shalat-shalat munfarid dan jamaah baik shalat wajib maupun shalat sunat.
  5. Memahami dan meneladani sejarah Nabi Muhammad dan para shahabat serta menceritakan sejarah masuk dan berkembangnya Islam di nusantara.
B.     Instituai Pendidikan Islam pada masa reformasi
Kegiatan pendidikan selalu berlangsung di dalam suatu lingkungan. Dalam konteks pendidikan, lingkungan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar diri anak. Lingkungan dapat berupa hal-hal yang nyata, seperti tumbuhan, orang, keadaan, politik, kepercayaan dan upaya lain yang dilakukan manusia, termasuk di dalamnya adalah pendidikan.
Di dalam konteks pembangunan manusia seutuhnya, keluarga, sekolah dan masyarakat akan menjadi pusat-pusat kegiatan pendidikan yang akan menumbuhkan dan mengembangkan anak sebagai makhluk individu, sosial, susila dan religius. Dengan memperhatikan bahwa anak adalah individu yang berkembang, ia membutuhkan pertolongan dari orang yang telah dewasa, anak harus dapat berkembang secara bebas, tetapi terarah. Pendidikan harus dapat memberikan motivasi dalam mengaktifkan anak.
Menurut Daulay dalam bukunya “Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaharuan Penddikan Islam Di Indonesia”, perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia hingga saat sekarang ini telah melalui tiga periodesasi. Pertama, periode awal sejak kedatangan Islam ke idonesia sampai masuknya ide-ide pembaharuan pemikiran Islam awal abad ke dua puluh. Periode ini ditandai dengan pendidikan Islam yang terkonsentrasi di pesanren, dayah, surau atau masjid dengan titik fokus adalah ilmu-ilmu agama yang bersumber dari kitab-kitab klasik. Periode kedua, periode ini telah dimasuki oleh ide-ide pembaharuan pemikiran Islam pada awal abad ke dua puluh. Periode ini ditandai dengan lahirnya madrasah. Sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam yang telah memasukkan mata pelajaran umum kedalam program kurikulum pendidikan mereka, dan juga telah mengadopsi sistem pendidikan modern seperti metode, manajerial, klasikal dan lainsebagainya. Ketiga, pendidikan Islam telah terintegrasi kedalam sistem pendidikan Nasional sejak lahirnya undang-undang nomor 2 tahun 1989 dilanjutkan pula dengan undang-undang No. 20 tahun 2003.
Sejak Indonesia merdeka, perkembangan pendidikan Islam di Indonesia semakin memperlihatkan perkembangan yang signifikan. Pesantren, berkembang dari bentuk tradisional (salafi) berkembang kepada pesantren modern (khalafy). Pesantren bentuk kedua ini sekarang berkembang hampir diseluruh Indonesia. Kemodernan dapat dilihat dari tiga segi. Pertama, mata pelajaran telah seimbang antara materi ilmu-ilmu agama dengan materi ilmu-ilmu umum. Kedua, metode pengajaran telah bervariasi, tidak lagi semata-mata hanya memakai metode sorogan, wetonan dan hafalan. Ketiga, pendidikan agama Islam dikelola berdasarkan prinsip-prinsip manajemen pendidikan.
Di dalam lembaga sekolah, Pada tahun 2003 pendidikan agama Islam dipertegas melalui undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 12, yang mana pada periode sebelumnya pendidikan agama Islam kurang diperdulikan.
Pendidikan Islam sebagai lembaga adalah diakuinya keberadaan pendidikan Islam sebagai lembaga formal, nonformal,  dan informal. Sebagai lembaga pendidikan formal diakui keberadaan madrasah yang setara dan sama dengan sekolah. Pendidikan Islam dalam pengertian institusi adalah institusi-institusi pendidikan Islam seperti: pondok pesantren, madrasah, sekolah umum berciri KeIslaman, dan sebagainya (Soebahar, 2009:16).
Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 dijelaskan mengenai ketentuan yang berkaitan dengan institusi pendidikan Islam. Sebagaimana termaktub pada pasal 15 dan pasal 30 ayat (3-4), dinyatakan bahwa:
1.      Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal,   nonformal, dan informal (pasal 3).
2.      Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis (pasal 4).
Lembaga pendidikan formal dijelaskan secara berurut dalam pasal 17, 18, 19 dan 20 mencakup pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi sebagaimana berikut:
Pasal 17
1.      Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan     menengah.
2.      Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Pasal 18
1.      Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
2.      Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan.
3.      Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
Pasal 19
1.      Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.
2.      Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.
Pasal 20
1.      Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, Institut, atau universitas.
2.      Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3.      Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi. Lembaga pendidikan Nonformal dijelaskan dalam pasal 26 ayat 4: satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
Lembaga pendidikan informal dalam pasal 28 ayat 3: kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Pendidikan anak usia dini diterangkan dalam pasal 28 ayat 3: pendidikan anak usia dini pada jalur pendidika formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudhatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
Ketentuan-ketentuan mengenai lembaga pendidikan Islam yang termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 tersebut selanjutnya dijelaskan dalam peraturan pemerintah republik Indonesia Nomor 55 tahun 2007 Tentang Pendidikan agama dan pendidikan keagamaan.
C.    Kultur Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
Alvin Tofler dalam bukunya The Third Wave (1980) berpendapat tentang peradaban manusia, yaitu: (1) peradaban yang dibawa oleh penemuan pertanian, (2) peradaban yang diciptakan dan dikembangkan oleh revolusi industri, dan (3) peradaban baru yang tengah digerakan oleh revolusi informasi dan komunikasi. Perubahan terbesar yang diakibatkan oleh gelombang ketiga adalah terjadinya pergeseran yang mendasar dalam sikap dan tingkah laku masyarakat. Salah satu ciri utama kehidupan di masa sekarang dan masa yang akan datang adalah cepatnya terjadi perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia. Banyak paradigman yang digunakan untuk menata kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan organisasi yang pada waktu yang lalu sudah mapan, kini menjadi ketinggalan zaman (Umiarso,  2010:177).
Reformasi merupakan istilah yang amat populer pada masa krisis dan menjadi kata kunci dalam membenahi seluruh tatanan hidup berbangsa dan bernegara di tanah air tercinta ini, termasuk reformasi dibidang pendidikan. Secara konstitusional ditetapkan bahwa negara Indonesia berdasarkan pada agama. Artinya, bahwa negara Indonesia melindungi dan menghargai kehidupan beragama dari seluruh warga negara Indonesia.
Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat global akan memasuki abad yang penuh dengan persaingan bebas. Oleh kerana itulah kecenderungan masa kini akan ditandai oleh ledakan pengetahuan dan ledakan informasi. Reformasi pendidikan merupakan hukum alam yang akan mencari jalannya sendiri, khususnya memasuki masa millennium ketiga yang mengglobal dan sangat ketat dengan persaingan. Dengan adanya sumber daya manusia yang unggul dalam penguasaan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi, maka bangsa Indonesia akan dapat mengerakkan sektor- sektor industri secara efisien dan produktif serta mampu bersaing di pasar dunia..
Dalam konteks ke-Indonesiaan, sebagai salah satu desakan arus reformasi, perubahan paradigma dari sentralisasi menjadi desentralisasi memberikan tantangan tersendiri bagi aspek kehidupan, tak terkecuali dunia kependidikan. Pada era globalisasi seperti ini, pendidikan harus melakukan reformasi dan inovasi dalam proses belajar mengajar secara terus menerus.
Oleh karena itu, dalam era globalisasi saat ini sektor pendidikan perlu difungsikan sebagai ujung tombak untuk mempersiapkan sumber daya manusia dan sumber daya bangsa agar memiliki unggulan kompetetif dalam berbangsa dan dan bernegara ditengah-tengah kehidupan dunia yang semakin global. Maka keterkaitan antara proses pendidikan dan kehidupan politik dalam arti bahwa pendidikan tidak terlepas dari politik dan politik itu sendiri adalah pendidikan. Pendidikan adalah metode yang paling fundamental di dalam kemajuan sosial dan reformasi.
Proses pendidikan yang berakar dari kebudayaan, berbeda dengan praksis pendidikan yang terjadi dewasa ini yang cenderung mengalienasikan proses pendidikan dari kebudayaan. Kita memerlukan suatu perubahan paradigma [paradigma shift] dari pendidikan untuk menghadapi proses globalisasi dan menata kembali kehidupan masyarakat Indonesia. Cita-cita era reformasi tidak lain ialah membangun suatu masyarakat madani Indonesia, oleh karena itu, arah perubahan paradigma baru pendidikan Islam diarahkan untuk terbentuknya masyarakat madani Indonesia tersebut.
Arah perubahan paradigma pendidikan dari paradigma lama ke paradigma baru, terdapat berbagai aspek mendasar dari upaya perubahan tersebut, yaitu, Pertama, paradigma lama terlihat upaya pendidikan lebih cenderung pada : sentralistik, kebijakan lebih bersifat top down, orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat parsial, karena pendidikan didisain untuk sektor pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik dan keamanan, serta teknologi perakitan. Peran pemerintah sangat dominan dalam kebijakan pendidikan, dan lemahnya peran institusi pendidikan dan institusi non-sekolah. Kedua, paradigma baru, orientasi pendidikan pada: disentralistik, kebijakan pendidikan bersifat bottom up, orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat holistik; artinya pendidikan ditekankan pada pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam kemajemukan budaya, kemajemukan berpikir, menjunjung tinggi nilai moral, kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, produktif, dan kesadaran hukum. Meningkatnya peran serta masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif dalam upaya pengembangan pendidikan, pemberdayaan institusi masyarakat, seperti keluarga, LSM, pesantren, dunia usaha, lembaga-lembaga kerja, dan pelatihan, dalam upaya pengelolaan dan pengembangan pendidikan, yang diorientasikan kepada terbentuknya masyarakat nadani Indonesia.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari pemaparan-pemaparan pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya:
1.      Lahirnya UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 merupakan awal lahirnya arah baru pendidikan Indonesia dimana kurikulum yang dibuat mengarah kepada pencapaian kompetensi siswa baik kompetensi Kognitif, Afektif, maupun Psikomotorik. Dengan dasar UU ini telah dikembangkan dua model kurikulum PAI, yaitu kurikulum PAI dalam KBK pada tahun 2004 dan kurikulum PAI dalam KTSP pada tahun 2006.
2.      Institusi pendidikan Islam pada masa ini sebagaimana diakui dalam UU No.20 tahun 2003 adalah meliputi lembaga formal, informal, dan non formal. Diantara institusi-institusi pendidikan Islam seperti: pondok pesantren, madrasah, diniyah, sekolah umum berciri KeIslaman, dan sebagainya.
3.      Pada era globalisasi seperti ini, pendidikan harus melakukan reformasi dan inovasi dalam proses belajar mengajar secara terus menerus. Kultur pendidikan Islam pada masa ini lebih berorientasi pada sistem  disentralistik, kebijakan pendidikan bersifat bottom up, orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat holistik; artinya pendidikan ditekankan pada pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam kemajemukan budaya, kemajemukan berpikir, menjunjung tinggi nilai moral, kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, produktif, dan kesadaran hukum.


DAFTAR PUSTAKA

Muhaimin, Nuansa Baru Pendidikan Islam Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidikan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006), 186-187
Nurhayati Jamas, Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia Pascakemerdekaan, (Jakarta:  RajagrafindoPersada, 2009), 137
PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.
Shaleh, Abdul Rachman, 2004, Madrasah Dan Pendidikan Anak Bangsa, Jakarta: PT. Raja Grafindo persada.
Shaleh, Abdul Rachman, 2006, Pendidikan Agama & Pembangunan Watak Bangsa, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Soebahar, Abd. Halim, 2002, Wawasan Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.
Soebahar, Abd. Halim, 2009, Matriks Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Marwa.
Subandijah, 1993, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: Raja Gravindo Persada.
Umiarso, Haris Fathoni Makmur, 2010, Pendidikan Islam Dan Krisis Moralisme Masyarakat Modern Membangun Pendidikan Islam Monokhotomik-Holistik, Jogjakarta: Ircisod.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Pendidikan Eksistensialisme dan Kontribusinya terhadap Pendidikan Islam

sejarah perkembangan psikologi dan kemajuannya